Skip to main content

Arti Peribahasa Abu Saja Tak Hinggap

Gambar piring yang bersih sehingga abu saja tak hinggap di atasnya.
Foto: piring yang bersih sehingga abu saja tak hinggap di atasnya (via Pixabay)

Arti peribahasa abu saja tak hinggap

Peribahasa: abu saja tak hinggap.

Artinya:  sesuatu yang tampak sangat licin, bersih, atau berkilau.

Penjelasan peribahasa

Sesuatu itu tampak begitu licin, bersih, dan berkilau (mengilap), hingga tak ada sedikit pun debu atau abu yang hinggap atau menempel di permukaannya.

Contoh peribahasa dalam kalimat atau paragraf

  1. Meja di ruang tamu itu begitu bersih dan mengilap, sampai-sampai abu saja tak hinggap di atas permukaannya.
  2. Sepatu yang baru disemir tampak mengilap dan licin sampai abu saja tak hinggap di permukaannya.
  3. Mobil barunya dipoles dengan sangat rapi, permukaannya begitu licin dan berkilau hingga abu saja tak hinggap di atasnya.
  4. Layar televisi itu begitu bersih dan jernih, abu saja tak hinggap di permukaannya.
  5. Kaca jendela kamar itu selalu bersinar, tanpa noda sedikit pun, hingga abu saja tak hinggap di permukaannya.
  6. Lantai marmer di aula itu begitu mengilap, hingga abu saja tak hinggap di permukaannya.
  7. Rambutnya disisir rapi dan diberi minyak, tampak begitu licin hingga abu saja tak hinggap di helainya.
  8. Permukaan pedang itu dipoles dengan teliti, hingga terlihat berkilau tajam, licin sampai abu saja tak hinggap padanya.
  9. Kilau permata di tangan itu memantulkan cahaya senja dengan indah. Batu itu tampak sangat suci dan murni. Bahkan abu saja tak hinggap di permukaannya yang bersinar.
  10. Batu permata disimpan dalam kotak kayu tua yang terjaga dengan baik. Batu itu menyimpan ketenangan dan keindahan yang mempesona. Bahkan abu saja tak hinggap pada permukaannya yang berkilau.
  11. Di istana megah itu, sang raja melangkah anggun dengan jubah kebesarannya. Kainnya tampak bersih dan terawat tanpa satu noda pun. Jubah itu benar-benar memancarkan kemewahan. Abu saja tak hinggap di setiap lipatannya.
  12. Setiap pagi, penjaga istana dengan telaten memoles cermin perunggu tua yang tergantung di dinding utama. Permukaannya begitu bening dan licin. Bayangan pun terpantul tanpa cela. Abu saja tak hinggap di sana.
  13. Porselen antik di sudut ruang tamu diletakkan dalam lemari kaca khusus. Pemilik rumah merawat dan membersihkannya setiap hari dengan lembut. Porselen itu tampak sangat terjaga. Abu saja tak hinggap di atas permukaannya.
  14. Lemari kayu itu selalu dipoles sampai permukaannya halus dan bersih, abu saja tak hinggap di sana.
  15. Piring-piring di rak terlihat begitu bersih dan mengilap, sampai abu saja tak hinggap di permukaannya.
  16. Gelas kristal itu selalu dicuci dan dikeringkan dengan teliti, membuatnya bening dan abu saja tak hinggap di bagian luarnya.
  17. Kamar mandi itu dirawat dengan sangat rapi. Lantainya selalu bersih sampai abu saja tak hinggap di setiap sudutnya.
  18. Etalase toko selalu dipastikan bersih tanpa noda, sehingga abu saja tak hinggap di kaca penutupnya.

* * *

Artikel ini adalah tentang peribahasa Indonesia.

Peribahasa adalah sekumpulan kata atau kalimat yang memiliki susunan tetap dan biasanya digunakan untuk mengiaskan maksud tertentu secara tersirat. 

Dalam kategori peribahasa juga termasuk bidal, ungkapan, serta perumpamaan yang kerap dipakai dalam bahasa sehari-hari. 

Peribahasa biasanya berupa ungkapan atau kalimat yang ringkas dan padat, namun mengandung makna yang dalam seperti perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku yang dijadikan pedoman dalam bertindak.

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Puisi Yang Terampas dan Yang Putus Karya Chairil Anwar

Puisi Yang Terampas dan Yang Putus  adalah puisi karya Chairil Anwar yang diterbitkan di tahun kematian Chairil Anwar, yaitu tahun 1949.  Puisi ini memiliki tiga judul, yaitu (1) Yang Terampas dan Yang Luput, (2) Yang Terampas dan Yang Putus, dan (3) Buat Mirat. Teks Puisi Yang Terampas dan Yang Putus Yang Terampas dan Yang Putus Kelam dan angin lalu mempesiang diriku, menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin, malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu. di Karet, di Karet (daerahku y.a.d.) sampai juga deru dingin aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu; tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang. tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.                                             1949 Tentang Puisi Yang Terampas dan Yang Putus 1. Keterangan hak cipta puisi: dom...

Analisis Puisi Tak Sepadan, Puisi Chairil Anwar Tentang Cinta dan Perpisahan

Puisi Tak Sepadan merupakan puisi karya Chairil Anwar.  Dalam puisi ini, sang penyair merasa bahwa dirinya memiliki kedudukan yang tidak sepadan dengan sang kekasih sehingga cinta mereka tidak bisa bersatu. Lalu sang penyair memutuskan untuk memadamkan api cinta dalam hatinya. Teks Puisi Tak Sepadan TAK SEPADAN Aku kira: Beginilah nanti jadinya Kau kawin, beranak dan berbahgia Sedang aku mengembara serupa Ahasveros. Dikutuk-sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta Tak satu juga pintu terbuka. Jadi baik juga kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak 'kan apa-apa Aku terpanggang tinggal rangka. (Februari 1943) Keterangan hak cipta puisi: domain publik di Indonesia. Analisis Puisi Tak Sepadan Berikut ini analisis puisi Tak Sepadan  karya Chairil Anwar dalam berbagai aspek, seperti tema, gaya bahasa, dan unsur-unsur lainnya. Tema Tema utama puisi ini adalah perpisahan dalam hubungan cinta karena adanya perbedaan antara kedua pihak. Simbolisme - Ahasveros ...

Analisis Puisi Tuti Artic, Puisi Chairil Anwar Tentang Cinta Yang Sementara

Puisi Tuti Artic merupakan puisi asli karya Chairil Anwar yang dimuat pertama kali dalam majalah Panca Raya pada tahun 1947. Puisi ini juga dimuat di buku Deru Campur Debu (kumpulan puisi Chairil Anwar yang diterbitkan oleh Yayasan Pembangunan pada tahun 1959). Joko Pinurbo (sastrawan Indonesia) dalam artikel Chairil yang Baper tapi Keren pada buku Berguru Kepada Puisi menyatakan bahwa sajak Tuti Artic "...merupakan contoh karya Chairil yang menunjukkan kepiawaiannya menulis dalam bahasa Indonesia dengan cita rasa masa kini, seakan-akan sajak tersebut baru dicipta kemarin sore." Lebih lanjut, Joko Pinurbo menyatakan bahwa puisi Tuti Artic memberikan pelajaran bahwa karya yang unggul tidak mesti dihasilkan dari gagasan besar dengan tendensi yang besar. Jika mengerjakan puisinya benar, maka pernik-pernik kecil hubungan antarmanusia dapat menjadi karya yang memikat. Teks Puisi Tuti Artic TUTI ARTIC Antara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga, Adikku yang lagi kee...