LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Puisi Penyair Jepang Terjemahan Amir Hamzah Dalam Buku Setanggi Timur

Kumpulan Puisi Penyair Jepang Terjemahan Amir Hamzah Dalam Buku Setanggi Timur

Amir Hamzah adalah salah satu penyair ternama Indonesia. Beliau menerjemahkan beberapa karya, seperti karya penyair Jepang yang terdapat dalam buku Setanggi Timur yang diterbitkan tahun 1939.

Dalam buku tersebut, disebutkan dua istilah yang sering digunakan, yaitu Haiku dan Tanka, dengan penjelasan sebagai berikut.

  1. Haiku adalah puisi pendek dalam tradisi Jepang, terbentuk dari 17 patah kata yang terangkai dalam 3 baris dengan format 5-7-5. Dalam haiku, biasanya terdapat kata yang memiliki referensi terhadap empat musim yang ada di Jepang (musim semi, panas, gugur, dan dingin.).
  2. Tanka adalah bentuk puisi di Jepang yang cukup pendek, terdiri lima baris berformat 5-7-5-7-7 suku kata. Tanka biasanya digunakan untuk mengekspresikan perasaan (seperti terima kasih atau cinta) atau sebagai refleksi diri.

Dalam Setanggi Timur, banyak puisi yang berbentuk haiku dan tanka. Namun demikian, aturan jumlah baris dan suku kata sebagaimana tersebut di atas adalah dalam bahasa Jepang, sedangkan dalam terjemahan tidak nampak digunakan oleh Amir Hamzah. Selain itu, puisi-puisi dalam Setanggi Timur, tidak memiliki judul.


Haiku Karya Issa

Alangkah cemburu
Burung di sangkar memandang kupu!

(Haiku Issa, 1763–1827)

Tentang Penulis Puisi

Issa (atau Kobayashi Issa) menurut Wikipedia, lahir tahun 1763 dan meninggal tahun 1828. Nama aslinya adalah Kobayashi Yataro. Beliau adalah putra dari Kobayashi Yagobei. Nama Issa (secara harfiah berarti 'secangkir teh') digunakan olehnya sebagai nama pena dalam penulisan haiku. Dia adalah satu di antara empat ahli haiku terbesar (Matsuo Basho, Yosa Buson, Kobayashi Issa, dan Masaoka Shiki).

Analisis Arti Puisi

Dalam puisi di atas dijelaskan bahwa burung yang terkungkung dalam sangkarnya merasa cemburu dengan kebebasan kupu-kupu yang berada di alam bebas. Demikian pula manusia yang terkungkung oleh sesuatu hal akan merindukan kebebasan sebagaimana yang dimiliki oleh orang yang bebas.


Haiku Karya Shi-ei

Wah! dua bambu muda-usia
Bulan tertawa di celahnya.

(Haiku Shi-ei, 1868)

Analisis Arti Puisi

Dua bambu muda usia dapat ditafsirkan sebagai dua orang berusia muda. Masa muda yang indah, penuh dengan kesempatan, penuh dengan semangat, sehingga bulan pun seakan-akan tertawa gembira melihat mereka.


Haiku Karya Kosen

Terangnya bulan
Serasa sinarnya menyusup hatiku

(Haiku Kosen, 1879)

Tentang Penulis Puisi

Yang dimaksud dengan Kosen mungkin adalah Imakita Kosen (1816-1892), seorang guru Zen dari Jepang.


Tanka Karya Pangeran Aki

Wah! Semoga gelombang berpucuk putih
Jauh di sana di Laut Ise
Semua bunga,
Supaya kukumpulkan
Sebagai persembahan pada kekasihku!

(Tanka Pangeran Aki, 740)

Analisis Arti Puisi

Sang penyair hendak pulang ke tempatnya yang jauh menyeberangi laut Ise. Sekarang ia sedang mempersiapkan hadiah terbaik (persembahan) bagi kekasihnya yang menunggu di sana.


Tanka Karya Tairo no Kanemori

Walaupun kudayakan giat
Membunikan hasrat di dalam dada,
Mukaku bercahayakan duka,
Hingga ditanya, pedih mana mengiris hati.

(Tanka Tairo no Kanemori)

Tentang Penulis Puisi

Tairo No Kanemori adalah salah satu penyair Jepang terkemuka yang dikenal sebagai anggota "thirty-six poetry immortals". Meninggal tahun 991.

Arti Kata

  • Kudayakan giat berarti berupaya keras.
  • Membunikan hasrat berarti menyembunyikan hasrat.

Analisis Makna Puisi

Penyair menyimpan rasa sedih yang sangat dalam di hati (mungkin karena duka akibat perpisahan dengan sang kekasih). Dia berupaya menyembunyikan duka tersebut, namun tidak bisa. Masih tampak raut kesedihan di wajah sang penyair sehingga orang-orang bertanya kepadanya mengenai penyebab kesedihan tersebut.


Haiku Tama

Wah layang, dukung aku
Larikan aku dari sangkar suka.

(Haiku Tama, Kupu Malam)

Arti Kata

Sangkar suka adalah rumah pelacuran (pengertian ini terdapat dalam buku Setanggi Timur).


Haiku Karya Buson

Di genta-kelenteng raya
Kupu terlena cendera.
Dengar! Air terjun,
Di sini, di sana, di celah-celah daun muda.

(Haiku Buson, 1715–1783)

Tentang Penulis Puisi

Buson (Yosa Buson) adalah penyair sekaligus pelukis Jepang terkenal pada Zaman Edo.

Arti Kata

  • Genta: lonceng besar.
  • Kelenteng: tempat peribadatan penganut Konghucu.
  • Cendera: nyenyak.

Analisis makna haiku

Di suatu rumah ibadah (kelenteng), seekor kupu-kupu tidur nyenyak di (dekat) genta (lonceng). Ada suasana tenang dan damai, terdengar suara air terjun dari arah celah-celah daun muda.


Haiku Karya Taigi

Permainya rambut dara,
Walaupun panas terasa!
Alangkah merdu bulbul berlagu,
Lupa ia diri di sangkar.

(Haiku Taigi 1709–1772)

Tentang Penulis Puisi

Dalam buku Setanggi Timur, tidak dijelaskan siapa Taigi, tetapi melihat tahun lahirnya kemungkinan beliau adalah Tan Taigi (menurut Wikipedia masa hidupnya adalah tahun 1709–1771).

Analisis Makna Haiku

Haiku di atas bermakna suatu kesenangan tertentu (rambut dara, merdu bulbul berlagu) dapat membuat seseorang terlena sehingga dia melupakan kondisi tak menyenangkan di sekitarnya (panas terasa, diri dalam sangkar).


Haiku Karya Basho

Matsuo Basho adalah penyair paling terkenal di era Edo. Dia dikenal sebagai penyusun haiku terbesar sepanjang masa. Dia lahir tahun 1644 di Provinsi Iga (nama provinsi lama di Jepang) dan meninggal tahun 1694. Dalam buku Setanggi Timur, terdapat dua haiku karya Basho, yaitu sebagai berikut.

(1)

Paya tua beradu cendera
Tersingkir, sunyi.
Katak terjun, plung.

(Haiku Basho)

Arti Kata

  • Paya: rawa.
  • Beradu: beristirahat, tidur.
  • Cendera: nyenyak.
  • Plung: suara sesuatu jatuh di air.

Analisis makna puisi

  • Dalam situasi yang tenang, hal-hal yang kecil dapat menjadi perhatian. Situasi yang tenang digambarkan dengan kata cendera, tersingkir, dan sunyi. Hal-hal yang dapat menjadi perhatian adalah suara plung, yaitu terjunnya katak ke dalam paya.
  • Dalam buku Setanggi Timur dijelaskan seperti ini: Dekat teratak Basho ada sebuah paya tempat ikan, katak pun banyak hidup dalamnya. Alam sekeliling sunyi, Basho dalam tafakur. Plung, katak terjun dalam air. Terasalah pada Basho bagaimana sunyinya hari itu, hingga plung itu sampai ke telinganya.

(2)

Banyaknya bunga membanding awan
Genta gelak mengelan-ngelan
Genta Ueno? Asakusa?

(Haiku Basho)

Arti Kata

  • Genta: lonceng yang besar.
  • Gelak: suara tawa.
  • Elan : daya hidup.

Analisis Makna Haiku

Saat penyair melihat bunga yang sangat banyak (diumpamakan sebanyak awan), dia mendengar suara genta yang seakan tertawa dengan keras. Karena penyair mendengar suara dari kejauhan, dia memperkirakan bahwa genta itu berasal dari daerah Ueno atau Asakusa, salah satu di antaranya.


Haiku Karya Chiyo-Ni

Ingin kutahu di padang mana –
Berburu bengkarung
Anakku – yang telah lalu.
Aduh, musim kemarau!
Lupa aku, bibirku berbincu.

(Haiku Chiyo-Ni)

Tentang Penulis Puisi

Fukuda Chiyo-ni adalah pujangga wanita yang paling termasyhur dalam menyusun haiku.

Arti kata

  • Bengkarung adalah nama hewan, yaitu kadal kecil yang memakan serangga.
  • Bincu artinya gincu (pewarna bibir).

Analisis Makna Haiku

Ingatan penyair akan anaknya yang sudah mati/ pergi jauh di mana anaknya dahulu suka berburu bengkarung. Musim kemarau mungkin menunjukkan masa tua penyair, sedangkan kondisi penyair sedang dalam keadaan bergincu (menjadi penghibur/geisha?).


Haiku Karya Ukihashi

Mata terlayang...tersentak jaga...
Aduh kelambu, alangkah lebarnya
Tiada berdua.

(Haiku Ukihashi)

Arti kata

  • Terlayang: tertidur, terpejam.
  • Tersentak: bangun tiba-tiba.
  • Kelambu: tirai yang dipakai mengelilingi tempat tidur untuk mencegah masuknya nyamuk.

Analisis Makna Haiku

Haiku tersebut bertemakan kerinduan kepada pasangan hidup (suami/ istri) atau anak yang dahulu pernah dekat (satu kelambu saat tidur) sekarang berjauhan karena sebab tertentu (mati/ cerai/ tinggal di tempat yang berbeda).

Seseorang yang tidur, kemudian ia terbangun tiba-tiba. Dalam terjaga itu ia merasa sendirian. Ada semacam kehampaan menyelimutinya. Pernyataan kelambu yang terlalu lebar menunjukkan bahwa pada masa dahulu kelambu itu pernah dipakai dengan orang lain (pasangan/anak) dan ia rindu akan kondisi kebersamaan seperti yang dulu pernah ada.


Puisi Karya Minamoto no Shigeyuki

Gelombang melanggar karang
Dipukul pecah oleh angin
Lalu pulang berberai-berai:
Juga hatiku hancur luluh
Melihat dikau tiada perduli.

(Minamoto no Shinge-Yuki)

Tentang Penulis Puisi

Puisi ini diterjemahkan oleh Amir Hamzah dari puisi karya Minamoto no Shigeyuki, salah satu penyair Jepang terkemuka yang dikenal sebagai anggota "thirty-six poetry immortals".

Arti kata

  • Melanggar: menabrak.
  • Berai: berpecah-pecah tidak keruan.

Analisis Makna Puisi

Seperti gelombang yang berberai-berai saat menabrak karang, demikian pula hati penyair yang hancur luluh karena ketidakpedulian sang kekasih.


Tanka Karya Akahito

Timbul bulan keenam
Matahari memancar panas
Kering rekah segala tanah;
Walau demikian, bagaimana kering lengan bajuku
Tiada bertemu dengan tuanku?

(Tanka Akahito)

Tentang Penulis Puisi

Mungkin yang disebut dengan Akahito (penyair asli pencipta puisi tersebut) adalah Yamabe no Akahito, seorang penyair yang hidup di zaman Nara di Jepang (zaman ini terbentang antara tahun 710–794 Masehi). Dia adalah seorang sastrawan legendaris dari zaman itu dan termasuk dalam "thirty-six poetry immortals" dalam khazanah sastra Jepang

Analisis Makna Puisi

Tanka tersebut bercerita tentang kerinduan penyair akan sang kekasih hati. Tak henti-hentinya sang penyair menangis menahan kerinduan. Digunakannya lengan bajunya untuk menyeka air mata. Di musim panas, baju yang basah cepat menjadi kering. Lengan baju basah karena air mata di cuaca yang panas menandakan betapa dalam kesedihan sang penyair (air mata terus bercucuran sehingga baju tak sempat kering).


Shiwa Uko

Di bawah teduh cemara, tumbuh di atas karang,
Malam tadi kedengaran kembali, seruling bambu:
Anak perikankah, melayangkan hatinya
Melupakan duka-dunia, pahit karena agar dan garam?

Bulan terang atawa gelap, tiada perdulinya,
Dari malam ke malam, ada ia di bawah cemara.
Dalam lagu seruling bambu
Rasa terasa, turun-naik hasrat cinta.

Sehari 'lah lampau, para perwara raja negara
Beramai-ramai datang kemari ketepi pantai
Seraya lancang bulan cuaca
Berlayar permai di lautan kaca:
Sesudah itu, seruling bambu terdengar melagu.

Sehari 'lah lampau, para pewara maharaja kita
Menambatkan perahunya, seraya bersuka
Memadukan lagu seruling suwarna
Dengan tiupan melambaikan cemara;
Sesudah itu, seruling bambu terdengar melagu.

(Shiwa Uko, 1898)

Arti Kata

Perwara : gadis yang menjadi pengiring raja atau permaisuri

Analisis Makna Puisi

Alunan seruling bambu yang selalu terdengar di malam hari, apa pun keadaannya, entah bulan terang atau gelap. Penyair terkesan dengan alunan seruling itu. Puisi ini adalah tentang alunan seruling yang terdengar melagu itu.


Puisi Karya Ono no Yoshiki

Kasihku
Seperti rumput
Tersembunyi dalam gunung:
Biarpun berbiak raya,
Tiada ketahuan pada siapa.

(Ono no Yoshiki)

Analisis Makna Puisi

Meskipun cinta sang penyair sangat besar kepada seseorang (lihat kata "berbiak raya"), tidak ada satu pun orang yang tahu akan perasaan cintanya tersebut (lihat kata "tiada ketahuan pada siapa"). Sang penyair menyembunyikan perasaan cinta yang mendalam di dalam lubuk hatinya dan tidak pernah mengungkapkannya kepada orang lain.


Puisi Anonim (Tidak Diketahui Penulisnya)

(1)

Bercerai dengan dikau, kekasihku
Lalu aku ke padang cemara
Embun malam mengintan daun
Juga di situ embun-mataku satu.

Keterangan

Puisi "Bercerai Dengan Dikau" menyiratkan perpisahan antara pasangan suami istri atau kekasih hati. Dengan adanya perpisahan, timbul duka yang mendalam di hati sang penyair. Air matanya berlinang sebagaimana embun malam yang berada di atas dedaunan.

(2)

Aduh, kalau kami bertemu
Air mata sana, air mata sini
Segala kata di dalam dada.

Keterangan

Puisi ini menceritakan keharuan yang muncul saat pertemuan antara sang penyair dan kekasihnya. Dalam pertemuan tersebut, kata-kata sulit diungkapkan. Betapa bahagia, tetapi mulut seakan terkunci. Hanya air mata bahagia yang mampu melukiskan perasaan sang penyair dan kekasih hatinya.

(3)

Serupa rumput muda
Dirabat – dicampakkan.
Aduh, dalam tanah hatiku,
Tinggal terbelam akar cinta.

Keterangan

  • Rabat → dalam kamus artinya potongan harga. Apakah mungkin "dirabat" di puisi ini berarti "dipotong"?
  • Terbelam: menjadi kabur (tidak nyata, suram); menjadi hilang dari pandangan.

(4)

Dengan apa kuperbandingkan
Hidup kita dalam dunia?
Laku perahu
Fajar menyingsing berkayuh lalu
Hapus semata semua tanda.

Keterangan

Dalam puisi ini, penyair membandingkan kehidupannya di dunia serupa perahu yang melaju, yakni bila sudah berlalu tiada tanda apa pun yang tersisa. Masa lalu seakan-akan tidak berbekas.

(5)

Jika menyanyi cenderawasih,
Kuburu segera,
Semoga terbang ke sisi senda
Adakah ia tiba?

Arti kata

  • Cenderawasih: nama burung yang memiliki bulu yang indah.
  • Senda → sanda. Sanda: sahayanda, yang bermakna aku.

Analisis Makna Puisi

  • Dengan mengartikan cenderawasih sebagai seekor burung, puisi ini bermakna bahwa sang penyair menyukai nyanyi cenderawasih dan mengharapkan kedatangannya.
  • Dengan menjadikan cenderawasih sebagai ibarat dari seorang wanita yang menarik hati dan bersuara merdu, puisi ini bermakna sang penyair terpikat pada suara sang wanita dan berharap dapat menemuinya kembali.

* * *

Artikel ini berkenaan dengan karya puisi Amir Hamzah, salah satu penyair terbaik Indonesia. Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura, Langkat pada tanggal 28 Februari 1911 dan meninggal di Binjai, Langkat pada tanggal 20 Maret 1946.

Post a Comment