LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Puisi Penyair India Karya Terjemahan Amir Hamzah

Puisi India Terjemahan Amir Hamzah

Banyak penyair hebat yang berasal dari India. Amir Hamzah menerjemahkan beberapa karya mereka dalam buku Setanggi Timur.

Sebagian puisi penyair India dalam artikel ini bertemakan ketuhanan / spiritualitas. Mereka ada yang beragama Islam dan ada yang Hindu (juga mungkin Sikh). Jadi, ekspresi sastra mereka sesuai agama/ keyakinannya masing-masing.

Saya sampaikan hal ini karena masalah agama adalah hal yang sensitif bagi masyarakat Indonesia. Dalam agama, pencampuradukan keyakinan tidak boleh dilakukan. Sebagai contoh, puisi tentang Krisna hanya benar bagi pemeluk agama yang mempercayai Krisna sebagai manifestasi dewa/Tuhan. Bagi yang berkeyakinan lain, tentu tidak tepat untuk menggunakan sosok Krisna sebagai Tuhan. Dalam bahasa Islam, hal ini dikatakan sebagai "bagimu agamamu dan bagiku agamaku".

Jadi bagaimana? Apresiasi puisi atau sastra tidak selalu berarti menyetujui makna puisi yang ditulis oleh penyairnya. Mari nikmati saja puisi-puisi tersebut tanpa harus bersetuju dengan pesan yang dibawa oleh penyairnya (jika pesan tersebut tidak sesuai dengan jiwa kita).

Berikut puisi-puisi indah tersebut. Saya tampilkan karya-karya tersebut sebagaimana yang terdapat dalam buku Setanggi Timur. Saya berikan sedikit komentar berisi informasi menarik dan makna tiap-tiap puisi. Semoga bermanfaat bagi pembaca.


Puisi Karya Rabindranath Tagore

Rabindranath Tagore (1861 – 1941) adalah sastrawan terkemuka India. Tagore pernah meraih  penghargaan Nobel Sastra tahun 1913.

Dalam Setanggi Timur, ada 2 puisi Rabindranath Tagore yang diterjemahkan oleh Amir Hamzah. Kedua puisi tersebut tidak berjudul.

(1)

Burung jinak di sangkarnya, burung liar di rimba-raya
Bersua keduanya di suatu masa, telah demikianlah takdir.

Burung liar memanggil: "Kekasihku, mari lari ke rimba-raya."
Berbisik burung tertangkap: "Mari diri, bersama kita di dalam sangkar."
Kata burung bebas: "Di manakah lapang di celah jerejak mengembangkan sayap?"
"Wah", himbau burung di sangkar: "Di manatah aku bertengger di awan terbentang?"

Menghimbau burung bebas: "Cahaya-mataku, nyanyikan daku laguan hutan."
Menjawab burung di sangkar: "Duduk tuan di sisiku, biar kuajari bahasa-budiman."
Menjawab burung rimba: "Tidak! tidak! adakah lagu mungkin dipelajari?"
Berkata burung di sangkar: "Aduh! Tiada kuketahui laguan-rimba."

Kasih mereka bergelombangkan hasrat, tetapi tiada mungkin terbang beradu sayap.
Berpandangan mereka dari celah jerejak, percumalah kehendak akan berkenalan.
Menggelepar-gelepar mereka penuh gairah, sambil berlagu: "Mari rapat kekasihku!"

Menghimbau burung-bebas: "Percuma, takut aku kan pintu sangkar yang terkunci."
Berbisik burung di sangkar: "Wah, kepakku tiada berkuasa dan mati."

(R. Tagore)

Catatan tentang puisi

  • Jerejak (jerjak) artinya kisi-kisi (terali) pada jendela dan sebagainya. Dalam puisi ini mungkin berarti jeruji sangkar.
  • Puisi yang sangat indah ini menuturkan tentang dua insan (dilambangkan dengan burung) yang memiliki perbedaan pandangan hidup. Keduanya saling jatuh cinta. Akan tetapi, perbedaan pandangan hidup yang tajam membuat cinta mereka tidak dapat disatukan.

(2)

Tangan berpegangan tangan dan mata bertukar pandang; demikianlah mulanya cerita hati kita.
Purnama penuh di bulan Maart; harum henna memenuh udara;
sulingku lupa terhantar di atas bumi dan karangan bunga tuan tiada sudah.
Kasih antara tuan dan aku ini, maha bersahaja seperti nyanyi.

Selendang kumkuma tuan memabukkan mataku.
Karangan melur, yang tuan untaikan daku, menyinarkan hatiku laku dipuji.
Inilah main beri dan tahan, tunjuk dan buni, senyum sekilau, malu sedikit, dan beberapa rangkuman-manis-percuma.
Kasih antara tuan dan aku ini, maha bersahaja seperti nyanyi.

Tiada rahsia lebih dari hari ini, tiada tujuan pada yang tiada mungkin, – tiada bayang di belakang berahi, tiada uluran ke lubuk gelap.
Kasih antara tuan dan aku ini, maha bersahaja seperti nyanyi.

Tiada kita sesat dari kata-ramai ke sunyi abadi; tiada kita ulurkan tangan kita ke dalam ketiadaan, kepada benda jauh dari segala harapan.
Cukuplah bahwa kita memberi dan mendapat.
Tiada kita hancurkan kesukaan itu sepecur-pecurnya, untuk memeraskan anggur-duka dari dalamnya.
Kasih antara tuan dan aku ini, maha bersahaja seperti nyanyi.

(R. Tagore)

Catatan Tentang Puisi

  • Puisi ini aslinya terdapat dalam buku Rabindranath Tagore yang Berjudul The Gardener (puisi bernomor XVI dalam buku tersebut).
  • Puisi ini menceritakan hubungan cinta antara sang penyair dengan seorang wanita. Bermula di bulan Maret, tumbuhlah cinta di hati sang penyair kepada wanita pujaan hatinya. Cinta mereka tidak muluk-muluk, tetapi sesederhana seperti sebuah lagu yang dinyanyikan.

Arti Kata

  • Maart (bahasa Belanda) artinya bulan Maret.
  • Henna adalah nama sejenis tumbuhan bernama nama latin Lawsonia inermis. Henna biasa digunakan untuk menghias tangan wanita saat dia menikah dengan menggambar pola tertentu.
  • Tuan artinya kamu. Kata ini dahulu digunakan dengan rasa hormat untuk menyebut "kamu", baik bagi orang perempuan maupun laki-laki (meskipun di masa kini lebih banyak untuk sebutan laki-laki)
  • Kumkuma artinya kunyit (di buku Setanggi Timur diartikan demikian). Di Wikipedia, kumkuma berarti bedak untuk dioleskan di kening untuk kepentingan tradisi sosial dan keagamaan.
  • Melur artinya melati bersusun.
  • Buni artinya sembunyi
  • Bersahaja artinya sederhana atau tidak berlebih-lebihan.


Puisi Karya Kabir

Kabir adalah salah seorang penyair terbesar India. Dia dihormati baik oleh orang Islam maupun Hindu. Puisi-puisi Kabir juga pernah diterjemahkan oleh Rabindranath Tagore ke dalam bahasa Inggris dengan judul One Hundreds Poems.

Dalam buku Setanggi Timur, Amir Hamzah menerjemahkan 2 karya Kabir, yaitu sebagai berikut:

(1)

Hati, hatiku, Sukma segala Sukma,
Hati, hatiku, Guru segala Guru
Telah hampir

Bangkit, bangkit, hatiku, dan kucup
Kakinya
Kaki Guru maha-raya
Supaya detikan Cinta-mu
Memenuhi seluruh Kaki Gurumu.

Tuan tidur, dari abad ke abad,
Jagalah, hatiku, jaga
Pada subuh-sentosa, jika embun menyejuk rumput.
Hendaklah tuan selalu bisu selaku batu,
Hatiku, aduh hatiku?

Kabir (1440–1518)


(2)

Ceritakan, undanku, kabaranmu kawi
Darimana datangmu? Kemana terbangmu?
Dimana engkau berhenti melipat sayapmu?
Pada siapa engkau nyanyikan laguan-malammu?

Kalau nanti pagi-pagi engkau terjaga, undanku
Terbang, melayang tinggi dan ikut jalanku.
Ikutkan daku ke negeri sana, mana susah dan was-was
Tiada mungkin bernapas, dan maut,
Malaikat hitam, tiada lagi memberi negeri

Musim-cuaca lagi membunga di pucuk kayu
Harum panas ditebar angin sepoi:
Aku di dalamnya, ia di dalamku.
Kumbang hatiku menyelam dalam bunga
Dan tiada berhasrat lagi

(Kabir)

Arti Kata

  • Undan adalah sebangsa burung yang memiliki paruh seperti sendok.

Analisis Arti Puisi

Saya kira, puisi ini adalah ajaran ketuhanan dari Kabir, Saya mendapat kesan bahwa Kabir mengajak kepada penyatuan kepada Tuhan, dimana "kumbang hatiku menyelam ke bunga" sehingga "tiada berhasrat lagi" kepada yang lainnya. Dalam hal ini, sang hamba berada di dalam (penghambaan) kepada-Nya dan Tuhan berada di dalam (hati) sang hamba. Dalam negeri (atau kondisi) seperti itu, susah dan was-was tidak lagi bertempat di hati, dan tiada rasa ngeri akan datangnya Malaikat Kematian.


Puisi Karya Farid

Menurut buku Setanggi Timur, Farid pernah berjumpa dengan Rasulullah Muhammad SAW dalam mimpi. Dugaan saya, dia adalah Baba Farid/ Sheikh Farid (Fariduddin Ganjshakar) yang hidup antara tahun 1173 s.d. 1266. Dia adalah seorang sufi muslim dari Tarekat Chisti.

Dalam buku Setanggi Timur, terdapat 2 karya Farid, yaitu sebagai berikut.

(1)

Farid, jika manusia memukul senda
Jangan memukul pula

Cium kakinya
Lalu
Dan lupa...............
Keduanya...............

Yang Menjadikan terkandung
Dalam segala yang dijadikan
Dan yang dijadikan
Tersimpul dalam Yang Menjadikan.

Bagaimana engkau berani
Ya Farid,
Menyumpah sesuatu yang buruk?
Tiada ada melainkan Ia.

(Farid)

Analisis arti puisi:

Puisi ini berisi ajaran Farid, bahwa segala sesuatu, baik dan buruk, berasal dari Tuhan (lihat di bait terakhir). Menurut Farid, hendaknya manusia tidak menyumpah pada sesuatu yang buruk yang datang kepada dirinya karena semuanya merupakan pemberian Tuhan.


(2) 

Dara remaja
Tiada kenalnya akan jodohnya

Bila kami, ia telah gadis,
Menghiasinya naik pengantin
Dibawa Maut ia pergi.

Pangkuan bumi terongko sukmaku
Tidak, kita tiada bersua, ya Rabbi

(Farid)

Arti Kata

  • Terongko → terungku: bui, penjara.


Puisi Karya Mira Bai

Pada kala aku mengambil air dari sungai Yamuna,
Dipandang Krishna senda
dengan mataNya yang raya
Tertawa bertanya

Kendiku telungkup aku pun lalu
Penuh heran dan ragu.
Semenjak itu semayam Ia dalam kalbuku
Krishna berambut ikal.

Hentikan segala mantera
Jauhkan penawar semua
Lepaskan aku dari akar dan jamu!

Bawakan daku Krishna berambut hitam
Bawakan daku Krishna bermata-cuaca!

Alisnya busurnya –
Pandangnya panahnya
Dibidiknya – lepaskan – tepat!

(Mira-Bai)

Arti kata

  • Senda: aku/hamba.
  • Kendi: tempat air yang terbuat dari tanah.
  • (Ber)semayam: bertempat, berkediaman, tersimpan, terpatri.
  • Kalbu: hati.

Tentang penulis

Mira-Bai (1498-1546/1547) dikenal pula dengan nama Meera. Dia adalah seorang wanita Hindu pemuja Krishna (Krishna adalah salah satu Dewa dalam agama Hindu).

Analisis arti puisi

Melalui puisi ini, sang penyair menulis kekagumannya kepada Krishna dengan bahasa yang bersifat personal. Saat ia mengambil air di Sungai Yamuna, seakan-akan dia berjumpa dengan Krisna. Hatinya terpana dengan sosok sang Krishna yang ia narasikan sosoknya berambut hitam dan bermata-cuaca. Bahkan sampai ia menjadi tergila-gila. Ia tidak mau disembuhkan dari kondisi itu baik dengan mantra/doa atau obat-obatan (akar dan jamu).


Puisi Karya Rav-Das

Kalau Engkau bukit
Akulah meraknya
Jika Senda cuaca purnama
Akulah burung cakora.

Jangan aku ditinggalkan, ya Rabbi, padaMulah aku tetap
Kalau tiada dengan Dikau, dengan siapa aku berjalan?

Jika Engkau kandil, ya Rabbi
Aku sumbu di dalamnya
Engkau arca kurnia
Akulah penziarahnya, ya Gusti.

Kasih mengikat aku dan Engkau, Tuhanku
Bebat lain telah kuputuskan.

Kemana aku pergi, selamanya aku hambaMu
Tiada lain Gusti melainkan Diri
Tiada maut menjerat siapa
Yang hanya
Memuji Senda

Rav-Das menyanyi, Tuhannya dipuji.

(Rav-Das)

Tentang penulis

Rav-Das atau Ravidas adalah seorang guru yang dihormati oleh pemeluk agama Sikh

Analisis arti puisi

Puisi ini adalah ajaran Rav-Das tentang penghambaan dan pujian kepada Tuhan. Saya kurang pasti makna berbagai bagian dari puisi ini. Namun, yang paling jelas adalah bagian "Kasih mengikat aku dan Engkau, Tuhanku // Bebat lain telah kuputuskan." Bebat artinya adalah pengikat. Jadi, dari bagian tersebut saya simpulkan bahwa Rav-Das telah mengikatkan diri kepada Tuhan dan melepaskan ikatan dari selain-Nya. Kemana pun ia pergi, selamanya ia adalah hamba Tuhannya.


Puisi Karya Tuka-Ram

Diam keluar nyanyi pujangga dari lubuk yang dalam
Perlahan irama
Dibunyikan Krishna.

Jika dengan suara nyata berlagu
Nyanyi Solankhi
Menggeleterlah dari hati pujangga lagu mengawang.

Lemah aku dalam batinku,
Hanya perkakas:
Kecapi, aku, untuk irama-keramatnya.

(Tuka-Ram)

Komentar Tentang Puisi

  • Puisi ini milik Tuka-Ram, seorang pemuja Krishna (nama dewa dalam tradisi Hindu).
  • Tuka-Ram menyatakan bahwa dirinya hanyalah seperti kecapi bagi irama keramat sang Krisna. Meski dirinya yang bernyanyi, namun pada hakikatnya Krishna yang menggerakkannya. Dirinya hanya alat untuk mengeluarkan suara nyanyi sang Krishna.

Arti Kata

  • Lubuk (hati): perasaan hati yang paling dalam.
  • Solankhi: nyanyian sebangsa burung (pengertian ini dijelaskan dalam buku Setanggi Timur).
  • Perkakas: segala yang dapat dipakai sebagai alat.
  • Kecapi: nama alat musik yang dipetik.

* * *

Artikel ini berkenaan dengan karya puisi Amir Hamzah, salah satu penyair terbaik Indonesia. Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura, Langkat pada tanggal 28 Februari 1911 dan meninggal di Binjai, Langkat pada tanggal 20 Maret 1946.

Post a Comment