LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Rubaiyat Umar Khayyam, Terjemahan Puisi oleh Amir Hamzah

Rubaiyat Umar Khayyam Puisi Terjemahan Amir Hamzah

Umar Khayyam (atau Omar Khayyam) merupakan penyair kenamaan dari Persia (Iran) kelahiran Nishapur pada pertengahan abad kesebelas. Sajaknya terkenal dengan nama Rubaiyat Umar Khayyam.

Puisi Umar Khayyam dikumpulkan oleh Amir Hamzah dalam buku Setanggi Timur, pada bagian pertama buku tersebut yang bertema "Ajam" (ajam artinya non-Arab secara umum, tetapi dulu pernah digunakan untuk menyebut Persia/Iran).

Berikut ini terjemahan rubaiyat Umar Khayyam oleh Amir Hamzah. Saya menambahkan angka urutan dan catatan untuk memperjelas arti kata-kata yang tidak umum digunakan saat ini.

(1)

Moga diberi Allah, sebuah tempat beristirahat
Semacam tidur, memusnah segala lelah
Harapan, kalau lampau seketi tahun, bertunas
Dari tengah tanah, baru, laku rumput muda.

Catatan:
1. Lampau = lewat /lalu, lebih.
2. Keti = ratusan ribu.

(2)

Kulihat pembentuk-periuk dengan rodanya
Menghantam tanah dengan tumit dan kakinya
Berkeluh benda tiada kuasa: Kerjakan daku perlahan-lahan
Aku pun manusia, sebelum diri menjadi begini.

(3)

Kalau dari badan ini, terserah dalam genggaman mati,
Tiada tinggal lagi cahaya dan teduh,
Bentukkan zaktu 'kan piala anggur
Sebab sukmaku, dalam harumnya menjelma pula.

Catatan:
Piala = cawan untuk tempat minum

(4)

Terus berjalan kafilah malam....
Kinyam istirahat sebentar terluang pada senda!....
Jangan hiraukan, Penuang, esok-pagi langganan tuan
Unjukkan kami anggur: telah pucat muka purnama.

Catatan:
1. Kafilah = rombongan orang bepergian
2. Kinyam = merasakan

(5)

Sebagai topan memburu di gurun pasir
Demikianlah terbangnya hari hidupku-
Selama senda bernapas, dua tiada kukira:
Hari yang datang, dan hari yang pergi.

(6)

Ayam jantan kembali menjagakan daku dengan mersik kokoknya
Seperti setiap hari, supaya tiadakan lupa
Aku memandang dalam cermin pagi:
Lalu semalam lagi, sambil engkau belum mengetahui.

(7)

Mudaku berguru pada mereka berupa budiman
Berahi kuminum segala ilmunya
Kudapat putusan segala pengetahuan:
Tibanya laksana embun, terbangnya mengimbang angin.

Catatan:
Berahi = sangat suka, sangat tertarik

(8)

Terbang ditayang kepak pikiran
Melayang ulama ke kota bintang
Bingung menyelidiki keadaan ini
Berpusing mereka dengan putaran-raya

(9)

Yang termaktub, tiada kuasa merubah dia.
Biarpun duka membelam dalam nustapa:
Walaupun mika menangiskan darah,
Tiadakan setitik melebihi yang sudah.

Catatan:
1.Termaktub = tertulis, tercantum. Mungkin maksudnya ialah nasib manusia yang sudah tertulis di Lauh Mahfudz.
2.Mika = tuan, kamu.

(10)

Berduyun penidur-jaga di dataran dunia
Iringan-tiada-gerak di bawah atap hijau arona
Nyawa datang dan pergi: tenteranya
Menggelapkan lapang gelanggang awang.

Catatan:
Tentera = tentara

(11)

Tentang ini pun hatiku tiada bebas
Senantiasa rindu yang tiadakan puas
Cinta, minuman hati selama ada
Anggur memancar dari lukanya.

(12)

Jantera-langit ini mencari binasa senda dan mika
Diam dimasukinya sukma senda dan mika....
Duduk, Kekasihku, di rumput hijau, sebelumnya
Rumput-muda menunas dari duli senda dan mika

Catatan:
1. Jantera = roda.
2. Duli = debu.
3. Senda = aku.
4. Mika = tuan, kamu.

(13)

Yang laksana purnama gelisah dalam rupa —
Yang bergilir menjelma dalam tumbuhan dan hewan —
Tiada kematian padanya serupa pikiran tuan:
Lahirnya, berganti diri, batinnya, senantiasa tetap.

(14)

Jalan sukma turut dengan bicara.
Diam, ajaran segala sepanjang kala
Walaupun tuan bertelinga, mulut dan mata
Terlebih baik serupa tiada

(15)

Dari tambang mana permata datangnya?
Cap apakah terekam dalam manikam?
Percuma segala kata: Rahsia Cinta
Tertera dalam bahasa tiada tertanda.

(16)

Pegang oleh tuan piala anggur, dan tarik
Dengan suara jernih laguan bulbul
Minum anggur harus diiringkan nyanyian nyaman:
Dengarkan pancaran di leher berlagu.

Catatan:
1. Piala = sejenis cawan/gelas untuk tempat minum.
2. Bulbul = sejenis burung.

(17)

Budimankah tuan? — jika anggur hendak dirasa
Air budiman, haruslah dahulu gila semata.
Gilakah tuan? — Gila mika hampa belaka
Tiada anggur lahir-mengalir dari sembarang buah.

(18)

Sajak sekitab, anggur, roti segenggam
Secukup menyangga mati mengancam
Tuan dan senda dilingkungi sunyi
Melebihi hidup raja dunia.

(19)

Kupandang, Penuang, dalam pancaran mutiara menangis
Jangan lupa diberi aku, cahaya-cuaca batu yang cair
Berikan daku piala nikmat
Biar dipinjamkannya hidup cemerlang pada sukmaku.

(20)

Janji dan sumpah kami ubahkan
Adab dan biadab kami samakan —
Jangan salahkan pemabuk karena gilanya:
Ialah anggur asyik kami masuki.

(21)

Haus menemukan bibirku dengan kendi bermulut sejuk...
Siumankah rahsia-hayat dalam pangkuannya?...
Bisikan-lemah menjalar rangkum kucupan-basah:
Minum lama dan dalam: hanya sekali senda kemari.

(22)

Jaga, ya anak helat! fajar telah menyingsing
Isi piala-cuaca dengan anggur-muda-usia
Carimu sepanjang hidup tiadakan bersua
Pinjaman fana, saat ini, dalam lemah dunia.

Catatan:
Helat = asing atau dagang.

(23)

Pasu telungkup, bulatan setengah ini
Menundukkan dengan kuasa segala ulama
Tetapi, perhatikan piala dan kendi: bibir bersambut:
Darah mengalir dalam pelukan ciuman lama.

Catatan:
Pasu = bejana tempat air.

(24)

Cucurkan minuman-dewa, suci bersih, sebagai salam
Pada segala kepermaian menyamankan hidup
Anggur itu darah pohonnya. "Minum", dengarkan bisik
"Siapakah memberi lebih dari darah-hatinya?"

(25)

Kendi-piala tiada melepaskan kami yang berahi
Ajaranmu, ya munafik, uraikan pada yang lain
Tiadakah kaulihat kami gemarkan camar
Dan tiada apa pun kuasa, memisah kami dari bibir kekasih?

(26)

Dunia menghijau; bunga, terbuka
Serupa tangan Musa, menyalju jurai melengkung;
Napas Isa menjagakan rumput semua;
Terbuka mata-mega diiringkan air-sedan.

(27)

Mawar berkata: ada teruna demikian murahnya?
Buta mataku karena tertawa.
Ria kubuka ali pundiku
Kayaku semua kuhamburkan di angin.

(28)

Lampau tahun-bersusun dalam harapan hampa:
Haram sehari hidupku bahaya —
Satu takutku, dalam hidup yang fana ini
Tiada tercapai lagi, yang telah lari.

(29)

Minum anggur, nikmat dikau disisi anggur.
Berkasih-kasihan, semoga ia berbunga bahagia.
Telah termaktub, sekali engkau akan tiada.
Rasakan sini kebalikan mati.

(30)

Hari teduh dan juwita, hujan muda
Membasuh muka mawar semua
Bulbul merdu sedekala menyeru
Minum anggur, minum anggur! Pada mawar pucat arona.

(31)

Lama sedikit berjaga dekat anggur dan cinta
Sesudah ini, tidur abadi tiada serta kasih dan kawan.
Bunikan seperti emas petua-rahsia:
Di tegalan, ini, tiada lalah dua kali berbunga

Catatan:
1. Buni = sembunyi
2. Lalah = sejenis bunga

(32)

Sebelum tuan diserkap perampok di malam tinggi
Ringankan kendi, ambil isinya berwarna-mawar
Sebenarnya, macam manikam tuan di tanam
Tetapi siapa pula membongkar senda, ya Gila.

(33)

Jika ayam jantan berkokok, mereka yang berdiri
Di muka persinggahan berseru: Bukakan pintu!
Tuan ketahui, berapa kejap kami berhenti,
Dan, bila bercerai, tiada mungkin bertemu lagi.

(34)

Bermimpi bila Tangan-Kiri subuh terbentang di awang
Terdengarku suara dalam persinggahan berseru,
"Bangkit putraku rata, isikan Piala,
Sebelumnya kering Anggur-Hidup dalam kendinya"

(35)

Dengarkan pula, pada suatu malam, pada penghabisan
Bulan Ramadhan, sebelumnya bercahaya purnama-ria
Terdiri aku seorang diri, dalam kedai Pembentuk Kendi
Kelilingku, baris-berbaris manusia tanah —

* * *

Artikel ini berkenaan dengan karya puisi Amir Hamzah, salah satu penyair terbaik Indonesia. Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura, Langkat pada tanggal 28 Februari 1911 dan meninggal di Binjai, Langkat pada tanggal 20 Maret 1946.

Post a Comment