LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Analisis Puisi Nisan, Puisi Chairil Anwar Bertemakan Kehilangan dan Kesedihan

Analisis Puisi Nisan, Puisi Chairil Anwar Bertemakan Kehilangan dan Kesedihan

Puisi berjudul Nisan adalah puisi Chairil Anwar yang ringkas, yaitu hanya terdiri dari satu bait, dan satu bait tersebut terdiri dari empat baris. Puisi yang ditulis pada usia Chairil Anwar yang ke-20 ini diterbitkan pada buku Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus.

Dari segi tema, puisi berjudul Nisan mengisahkan kesedihan dan kedukaan penyair akan kematian orang tercinta, yaitu sang nenek. Menurut Nini Toeraiza Toeloes (saudara tiri Chairil Anwar), nama nenek yang menjadi tujuan puisi ini adalah Mak Tupin. Chairil Anwar pernah dititipkan ke Mak Tupin yang saat itu berdomisili di Medan. Tak heran, jika Chairil Anwar memiliki kedekatan batin dengan beliau. Sang nenek meninggal ketika Chairil Anwar berada di Jakarta.

Teks Puisi Nisan

Gambar teks puisi Chairil Anwar yang berjudul Nisan

NISAN
           Untuk nenekanda.

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta.

           Oktober 1942

Keterangan hak cipta puisi: domain publik di Indonesia.

Nisan, Puisi Pertama Chairil Anwar?

Secara kronologis, puisi Nisan sering dianggap sebagai puisi pertama karya Chairil Anwar yang dikenal oleh publik. Namun, sebenarnya puisi ini bukanlah puisi pertama yang ditulis oleh Chairil Anwar. Ada karya-karya lainnya yang mungkin telah ditulis lebih dahulu, namun Nisan-lah yang lebih banyak dikenal sebagai permulaan perjalanan Chairil Anwar di dunia sastra Indonesia.

Menurut H.B. Jassin (sastrawan Indonesia), pernah ditanyakan kepada Chairil Anwar perihal apakah Nisan merupakan puisi pertamanya. Jassin menuturkan bahwa "....perhatiannya kepada kesusasteraan sudah mulai sejak ia duduk di bangku sekolah rendah dan dia sudah lebih dulu membuat sajak-sajak corak Pujangga Baru, tapi karena tidak memuaskannya lalu dibuangnya."

Analisis Arti Puisi Nisan

Dalam puisi ini, penulis dengan jelas menggambarkan kesedihan mendalam yang dirasakannya atas kematian sang nenek. Emosi yang muncul begitu kuat, mencerminkan betapa besar kehilangan yang dialami penyair.

Sebenarnya, yang benar-benar menusuk kalbu bukanlah kematian itu sendiri, karena pada akhirnya kematian akan datang kepada setiap orang. Kelahiran dan kematian adalah bagian dari siklus kehidupan yang tak bisa dihindari, hal-hal yang memang wajar terjadi dalam kehidupan manusia.

Namun, ketika kematian itu datang pada sang nenek, rasanya begitu menusuk di hati sang penyair. Terlebih lagi, karena sang nenek begitu ikhlas menerima takdir yang datang padanya. Dalam puisi tersebut, terdapat ungkapan "setinggi itu atas debu," yang menggambarkan kerelaan dan keridaan sang nenek dalam menghadapi segala yang telah ditentukan. 

Pada baris terakhir disebutkan duka maha tuan bertakhta. Kata "maha" biasanya diikuti oleh kata sifat sedangkan tuan adalah kata persona orang kedua laki-laki atau perempuan.

Baris terakhir dapat diartikan sebagai berikut: Duka maha diartikan sebagai duka yang sangat, sedangkan tuan menunjuk pada kata duka (artinya duka dianggap sebagai persona). Dengan demikian, dengan membalik urutan kata dan memparafrasekan baris tersebut didapat arti sebagai berikut: "dan tuan (duka yang maha dalam) bertakhta (dalam kalbu)."

Penjelasan lain adalah dengan menjadikan "maha tuan" sebagai sebuah frasa. Dalam hal ini, telah dikenal frasa sejenis, seperti mahaguru (guru besar) atau maharaja (raja besar). Dengan demikian, maha tuan dapat dimaknai tuan besar. Dengan memparafrasekan puisi, didapatkan arti sebagai berikut:....dan duka (menjadi) mahatuan (yang) bertakhta.

* * *

Artikel ini berkenaan dengan karya puisi Chairil Anwar, sastrawan paling populer di Indonesia. Chairil Anwar lahir tahun 1922 di Medan dan meninggal di Jakarta tanggal 28 April 1949.

Post a Comment